Kecapi Suling Khas Kebudayaan Sunda
Kecapi memang telah familiar bagi masyarakat
Indonesia. Alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara dipetik ini memang
menghasilkan alunan nada yang harmoni dan indah. Namun tidak banyak yang
mengetahui tentang Kecapi atau Kacapi Suling khas daerah Cianjur meskipun seni
musik ini merupakan perangkat waditra sunda yang terdapat hampir di setiap
daerah di tanah Sunda.
Kecapi Suling pada dasarnya terdiri dari
kecapi indung atau yang lebih dikenal dengan kecapi parahu karena bentuknya
yang mirip sebuah perahu. Kecapi suling biasanya disajikan secara instrumental,
namun terkadang juga digunakan untuk mengiringi juru sekar dalam melantunkan
lagu secara rampak sekar. Lagu-lagu yang disajikan biasanya sinom degung,
kaleon, talutur dengan laras salendro, pelog atau sorog.
Layaknya kecapi pada umumnya, kecapi suling
juga terbuat dari kayu dan kawat tembaga. Alat musik tradisional ini terdiri
dari beberapa bagian seperti Papalayu (bagian atas), Pureut di bagian depat
(bagian untuk mengatur nada atau menyetem), serta inang yang berbentuk kerucut dan ditempatkan pada
papalayu.
Sementara untuk suling terbuat dari bambu
tamiang yang trediri atas sumber (lubang bagian atas), suliwer (tali yang dililitkan pada bagian atas suling
serta lubang nada yakni lubang-lubang yang menghasilkan nada ketika ditiup.
Sebagai alat musik tradisional, kecapi suling
kerap dugunakan untuk mengiringi acara-acara tradisonal khas Sunda seperti
Ngaras, Siraman Pengantin, Siraman Sunatan, Siraman Tingkeban dan lain-lain.
lagu-lagu yang digunakan diambil dari beberapa tembang Sunda seperti
Candrawulan, Jemplang Karang, Kapati-pati atau Kaleon.
Pada dasarnya kecapi suling merupakan bagian
dari mamaos. Mamaos sendiri adalah seni budaya khas Cianjur yang menggambarkan
kehalusan budi dan rasa sehingga menjadi rekat tali persaudaraan dan
kekeluargaan dalam kehidupan bermasyarakat.
Mamaos sendiri terbentuk pada masa
pemerintahan Bupati Cianjur tahun 1834-1864 bernama R.A.A Kusumaningrat. Beliau
seringkali membuat lagu di sebuah bangunan bernama Pancaniti. Oleh karnea itu
masyarakat mengenalnya dengan sebutan Kanjeng Pancaniti.
Mamaos sendiri biasa dilakukan oleh para kaum
pria yang kemudian pada perempatan abad ke-20, kaum wanita pun turut serta
dalam kebudayaan tersebut. Bahan mamaos sendiri berasal dari beragam seni suara
Sunda seperti pantun, beluk, degng dan beberapa tembang macapat Jawa.
Kesenian mamaos mulai berkembang pada masa
pemerintahan Bupati R.A.A Prawirediredja II tahun 1864-1910. Sejak itu pula
kesenian kecapi suling juga berkembang mengingat kecapi suling digunakan
sebagai pengiring kesenian mamaos.
Kecapi suling adalah salah satu seni budaya
Indonesia yang patut untuk dihargai dengan dijaga kelestariannya. Keunikan
serta harmoni yang dihasilkan merupakan kekayaan budaya yang tidak ternilai
harganya. Yang jelas kecapi suling bukan sekedar kekayaan budaya yang menjadi
warisan nenek moyang. Salah satu kesenian sunda ini juga menjadi salah satu
identitas bangsa yang patut dipertahankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar