Jumat, 16 Oktober 2015

Rate of Return

Rate of return adalah tingkat pengembalian atau tingkat bunga yang diterima investor atas investasi yang tidak di amortisasikan untuk menghitung tingkat pengembalian atas investasi. kita harus mengkonversi berbagai konsekuensi dari investasi ke dalam cash flow. maka kita akan memecahkan cash flow untuk nilai yang tidak diketahui tersebut. yang tingkat pengembalian dalam lima bentuk persamaan cash flow yaitu:

1. PW of benefits - PW of cost = 0
2. PW of benefits/PW of cost = 1
3. Net Present Worth =0
4. EUAB - EUAC =0
5. PW of Cost = PW of benefits

Pengertian rate of return dapat dilihat dari 2 sisi.

-   Dari pihak investor, tinggi rendahnya tingkat laba yang disyaratkan merupakan pencerminan oleh tingkat resiko aktiva yang dimiliki dan struktur modal serta faktor lain seperti manajemen.

-     Sedangkan di pihak perusahaan, tingkat laba yang diminta. Merupakan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan modal dari pemegang saham secara umum bahwa resiko perusahaan yang tinggi berakibat bahwa tingkat keuntungan yang diminta oleh investor juga tinggi dan biaya modal / juga tinggi.

Tinggi rendahnya tingkat keuntungan yang diminta dipengaruhi oleh tingkat keuntungan bebas resiko (risk free rate) (Rf) dan risk premium untuk mengkompensasikan resiko yang melekat pada surat berharga itu. Rp = Rf + risk premium.

EXPECTED RATE OF RETURN

Rp = tingkat keuntungan yang diminta

Rp dipengaruhi oleh 2 faktor:

1. Tingkat inflasi yang diharapkan
2. Demand dan suppy dana

Dua faktor tersebut sangat mempengaruhi return pada surat berharga bebas resiko dan Required rate of return bagi semua surat berharga juga akan dipengaruhi oleh risk free. Bagi surat berharga yang spesifik terdapat 4 komponen resiko yang menentukan risk premium:

1. Bussiness risk ditentukan oleh variabilitas laba sebelum bunga dan pajak (EBIT)
2. Financial risk, ditunjukkan variabilitas laba per lembar (EPS)
3. Marketability risk, menunjukkan kemampuan investasi untuk membeli dan menjual surat       berharga perusahan,
4. Interest rate risk, menunjukkan variabilitas tingkat keutungan atas surat berharga





Metodologi Perhitungan Required Rate of Return

Required rate of return (RRR) didefinisikan sebagai imbal hasil minimum yang dituntut oleh investor dari suatu proyek investasi yang sesuai dengan risiko yang harus ditanggung bila investor melaksanakan investasi tersebut. RRR berperan sebagai MARR dalam analisis IRR atau hurdle rate dalam analisis NPV. Dalam tulisan ini, kuantum RRR adalah suku bunga tanpa risiko (risk-free interest rate atau rf) ditambah dengan premium risiko atau:
(Required rate of return = suku bunga tanpa risiko + premium risiko)
Menggunakan perspektif TRA, premium sebagai kom-pensasi harus disediakan baik untuk risiko sistematis maupun nonsistematis, atau

dengan:
-       ptot = premium total risiko
-       psys = premium risiko sistematis
-       pnon-sys = premium risiko non-sistematis

Premium untuk risiko sistematis dihitung menggunakan CAPM, sementara premium risiko non-sistematis meng-gunakan CEM. Untuk menghindari terjadinya penghi-tungan berganda (double counting) atas premium risiko, risiko-risiko yang bertanggung jawab terhadap ketidakpastian arus kas saat menggunakan CEM adalah risiko-risiko yang sifatnya spesifik proyek dan tidak lagi memperhitungkan risiko sistematis yang sudah terwakili melalui CAPM.

1. Capital asset pricing model

Menurut CAPM, imbal hasil ekspektasi merupakan fungsi dari beta yaitu suatu ukuran yang merefleksikan sensitivitas pengembalian suatu aset terhadap volatilitas pasar. Sebagaimana diketahui, CAPM hanya meng-kompensasi risiko sistematis dan tidak risiko non-sistematis. Untuk menghemat ruang penulisan, dasar teori tentang CAPM tidak diberikan di sini dan pembaca dapat mengacu ke buku-buku teks standar keuangan (e.g., Brealey and Myers, 2000; Levy dan Sarnat, 1994).

Risiko dalam CAPM dinyatakan dalam ukuran yang disebut beta yang merefleksikan sensitivitas pengem-balian suatu aset terhadap volatilitas pasar:


Dengan cov (r, rm) = kovarian antara imbal hasil asset dan hasil pasar (market return),
= varian imbal hasil pasar. Semakin tinggi imbal hasil aset tersebut berkorelasi 


dengan pasar, semakin tinggi pula beta dan risikonya. Bila beta dihitung dari suatu aset yang sebagian didanai dengan utang (leveraged), beta terse-but perlu ditransformasikan kembali (unlever) untuk menghilangkan efek dari keputusan finansial untuk mendapatkan apa yang disebut unlevered beta melalui rumus (Brealey and Myers, 2000):


dengan:
-       bu = unlevered beta
-       b = levered beta
-       T = tingkat pajak
-       D/E = rasio utang-ekuitas

Selanjutnya, unlevered beta menentukan premium untuk risiko sistematis yaitu:

dengan:
-       psys = premium untuk risiko sistematis
-       MRP=premium risiko pasar
    
     
     2. Certainty equivalent method

NPV untuk proyek di bawah ketidakpastian dapat dirumuskan secara sederhana sebagai:
dengan:
-       Ci  = arus kas pada periode ke-i

Notasi (~) diatas suatu variabel menandakan bahwa variabel yang bersangkutan adalah variabel stokastik. Penggunaan suku bunga tanpa risiko dalam persamaan dilatarbelakangi oleh alasan bahwa risiko diperhitungkan secara langsung dalam analisis yaitu dengan mengasumsikan NPV sebagai variabel stokastik yang bergerak mengikuti ketidakpastian arus kas. Bila digunakan tingkat diskonto yang sudah disesuaikan terhadap risiko (risk-adjusted discount rate) untuk arus kas yang berisiko, terjadi apa yang disebut oleh Brealey dan Myers (2000) sebagai pre-judging risk. Karena alasan inilah tingkat diskonto yang paling pas dalam kondisi ini adalah suku bunga tanpa risiko. NPV yang stokastik dapat ditransformasikan menjadi NPV yang deterministik dengan terlebih dahulu menghitung certainty equivalent (CE)


3.    3. Cumulative prospect theory

Investor pada prinsipnya adalah seorang individu yang takut terhadap risiko (Reilly and Brown, 2003) semen-tara individu yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk mengambil risiko (risk-taker) biasanya meru-pakan individu yang ceroboh (Ang and Tang, 1984). Teorema utilitas kerap digunakan sebagai alat pengam-bil keputusan untuk mengevaluasi proyek di bawah ketidakpastian (e.g., Byrne, 1996; Flanagan and Norman, 1993; Hertz dan Thomas, 1983).

Namun eksperimen menunjukkan bahwa individu kerap memperlihatkan perilaku yang justru melanggar aksioma-aksioma teorema utilitas yang mendorong munculnya prospect theory (PT) sebagai alternatif dari teorema utilitas (Kahneman and Tversky, 1979).

Bila teorema utilitas mentransformasikan monetary outcome ke dalam utilitas, PT merefleksikannya ke dalam nilai (value) yang berbeda fungsinya untuk kerugian (losses) dan keuntungan (gain) yang juga ti-dak linear. Namun berbeda dengan teorema utilitas, probabilitas dalam PT ditransformasikan ke dalam bobot putusan. Kedua transformasi ini dilakukan karena, berdasarkan eksperimen Kahneman and Tver-sky (1978), individu lebih cenderung bersifat risk taker saat ia berhadapan dengan pilihan losses dan risk averse saat dengan pilihan gains dan bereaksi berlebihan untuk kenaikan nilai probabilitas yang kecil pada nilai-nilai ekstrem.

Mengadopsi CPT,

dengan:
-       CPTvalue = total rata-rata tertimbang CPT value
-       NPVi = NPV pada persentil ke-i
-       NPVj = NPV

pada persentil ke-j sehingga hubungan bahwa:



NPVi, NPVuntuk i<j dalam konteks CPT dapat selalu dipenuhi. Dalam banyak kasus, menghitung nilai persentil ke-i merupakan hal yang sulit karena ketidakpastian arus kas disebabkan banyak faktor risiko yang memiliki karakteristik masing-masing. Oleh karena itu, aplikasi simulasi Monte Carlo tentunya akan sangat membantu dalam perhitungan selama fungsi kerapatan probabilitas berikut dengan parameternya dari komponen arus kas diketahui. Selanjutnya, menggunakan inversi persamaan sampai  CE dari NPV dapat dihitung sebagai:




dengan CE(NPV) = CE dari NP.
Sementara itu berdasarkan perhitungan NPV konvensional:

 
dengan E(Ci) = ekspektasi arus kas pada periode ke-i yang diperoleh dari rencana bisnis, 
r = risk-adjusted discount rate.

dengan IRR*= total rate of return sebagai premium risiko non-sistematis. Selanjutnya,


Premium risiko non- sistematis dalam persamaan ditambahkan dengan premium risiko sistematis menen-tukan RRR.








source:
  
- Engineering Economic Analysis "Donald G.Newman"
- Jurnal Teknik SIpil – Metodologi perhitungan rate of return berdasarkan Cummulative           Prospect   Theory “Andreas Wibowo"

Jumat, 12 Juni 2015

ETIKA PROFESI GURU BERKUALITAS

Bab 1. Pendahuluan
Sejak kini sampai kedepan tantangan profesi keguruan semakin meningkat. Dalam buku Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Dedi Supriadi, 1999:73-74) mengeluarkan suatu tantangan yang harus siap dihadapi guru dan pada saat yang sama harus dicarikan solusinya oleh pihak yang terkait (organisasi kependidikan). Salah satunya tentang masalah ekologi profesi bagi guru. Pekerjaan guru (pendidik) yang mulia dan seharusnya menyenangkan, sering kali malah menjadi sumber ketegangan karena iklim dan kondisi kerja yang terlalu banyak dengan beban tugas-tugas birokrasi, beban sosial-ekonomi, dan tantangan untuk kemajuan karir yang terkait dengan jaminan hak kesejahrteraan guru. Dalam hal beban birokrasi, guru harus berhadapan dengan pekerjaan rutin administrasi yang bukan merupakan tugas profesional. Beban sosial terkait dengan tuntunan masyarakat yang masih memandang bahwa guru merupakan orang yang serba tahu dan serba bisa. Tidak sedikit dari orang tua yang mempunyai kemampuan yang melebihi seorang guru agar anak – anak mereka menjadi pandai seperti yang diinginkan. Selain itu, kondisi yang terjadi dilapangan sangat mungkin bagi guru untuk menghadapi pengaruh kemajuan pengetahuan, informasi, dan teknologi dalam kependidikan yang mengharuskan dirinya mejadi lebih profesional dan siap bersaing dengan peserta didik lainnya. Beban yang berat itu semakin lengkap untuk guru yang hidup diperkotaan dan juga harus berjuang meningkatkan kebutuhan ekonomi keluarga yang memang masih jauh untuk dipenuhi oleh gaji mereka. Kondisi ini akan berpengaruh kuat terhadap keadaan mental seorang guru.
Profesi seorang guru saat ini dan kedepannya sangatlah berat. Bukan hanya harus memiliki sejumlah kompetensi akademis, merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran dengan metode saat ini, serta menguasai alat peraga serta media pembelajaran, namun juga harus memiliki kepribadian yang kuat dan tegar. Kepribadian merupakan unsur yang penting dalam kinerja seorang guru profesional yang akhir – akhir ini mulai dibicarakan kembali oleh para pakar pendidik yang telah lama tak dibicarakan karena tersisihkan oleh gencarnya pembahasan teknis metodologi mengajar dengan gagasan yang diangkat dari Behavioristik: teori belajar, conditioning, hukum pengaruh, dan Kognivistik. (Dedi Supriadi, 1999:10; Mohamad Surya, 2003:43; H.A.R Tilaar, 1999:295). Salah satu aspek yang berkaitan dengan kematangan dan ketegaran kepribadian adalah kecerdasan emosi (Emotional Intelegence) atau Emotional Quotient (EQ). Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan seorang guru dalam mengelola emosi pada diri sendiri dan orang lain, menghadapi kesulitan dan kesuksesan hidup, kasih sayang, cinta yang tulus, dan tanggung jawab. Berhubung dengan tugas berat guru di masa depan, maka jelas tidak bijaksana bila lembaga pendidik menghasilkan calon guru tidak dengan pembinaan yang menjadikannya sebagai calon guru yang memiliki kematangan diri dengan kecerdasan emosi yang optimal. Pembinaan ini sangat erat kaitannya dengan tugas bimbingan dan konseling. Maka dari itu peran bimbingan dan konseling yang selama ini disiapkan dan diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan di pendidikan harus secara organik dan resmi difungsikan di lembaga pendidik.
Profesionalisme guru memiliki posisi utama dan strategis. Karena posisi tersebut baik dari kepentingan nasional maupun tugas profesional guru semuanya menuntut agar pendidikan dilaksanakan secara profesional. Pembahasan guru profesional terkait dengan beberapa istilah, yaitu profesi, profesional itu sendiri, profesionalismee, profesionalisasi, dan profesionalitas.
Profesi adalah pengabdian pada suatu pekerjaan atau jabatan (Piet A Sahertian, 1994:26), dimana pekerjaan atau jabatan tersebut menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Profesional menunjuk pada orang atau penampilan seseorang yang sesuai dengan tuntutan yang seharusnya. Profesionalisasi menggambarkan proses menjadikan seseorang sebagaiprofesional melalui pendidikan. Profesionalismee menunjuk pad derajat penampilan seseorang sebagai profesional atau penampilan suatu pekerjaan sebagai profesi yang menyangkut sikap komitmen, dan kode etik, profesionalisme bisa tinggi atau rendah. Sedangkan hal yang berkaitan dengan keprofesionalan disebut profesionalitas (Dedi Supriadi, 1999:94-95).


Bab 2. Pembahasan
Profesi memiliki beberapa ciri pokok. Ciri – ciri tersebut adalah: Pertama, perkerjaan tersebut mempunyai fungsi dan signifikasi sosial karena diperlukan pengabdian kepada masyarakat. Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang intensif serta dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga,profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku beserta sanksi yang tegas kepada pelanggar kode etik. Kelima, konsekuensi layanan yang diberikan terhadap masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan finansial atau material.
Guru professional merupakan guru yang memiliki tanggung jawab, keahlian, dan kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat. Maka dari itu harus memiliki kualifikasi kompetensi yang memadai kompetensi intelektual, sosial, spiritual, pribadi dan moral (Mohamad Surya, 2003:28). Sedangkan H.A.R Tilaar (1999:205) menggagaskan profil guru professional abad 21 sebagai berikut.
1. Memiliki kepribadian matang dan berkembang (mature and developing personality) sebgaimana dirumuskan Maister ‘professionalsm is predominantly an attitude, not a set of competencies only. Ini berarti seorang guru profesional adalah pribadi unggul yang terpilih.
2.     Menguasai pengetahuan dan teknologi yang kuat. Dengan dua hal ini seorang guru profesional akan menginspirasi anak didiknya dengan pengetahuan dan teknologi.
3.  Menguasai keterampilan untuk mengembangkan minat dan potensi peserta didik. Karena itu seorang guru profesional harus menguasai keterampilan metodologis pembelajaran siswa. Karakter ini membedakan profesi guru dengan profesi lainnya. Jika karakteristik ini tidak sungguh – sungguh dikuasai seorang guru, maka siapa saja dapat menjadi guru. Akibat lebih lanjut dari ini adalah akan kehilangan dari profesi guru ‘bargaining position’.
4. Profesi guru adalah profesi mendidik. Sama dengan ilmu mendidik yang selalu berkembang, maka profesi guru profesional adalah yang terus mengembangkan kompetensi dirinya.
Sejalan dengan gagsan H.A.R Tilaar diatas, Dedi Supriadi (1999:98) mengutip jurnal Education Leadership edisi Maret 1993 mengenai 5 hal yang harus diraih guru agar menjadi profesional. Kelima hal tersebut adalah.
1. Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
2. Guru menguasai secara mendalam bahan ajar yan akan diajarkan serta mengajarkan kepada siswa.
3. Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui evaluasi.
4. Guru ampu berfikir sistematis tentang apa yang akan dilakukannya, dan belajar dari pengalaman.
5. Guru merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Untuk memastikan kesuksesan kinerja pendidik sebagai guru profesional dan merupakan jabatan strategis dalam membangun masyarakat, Moh Surya (2003:290-292) menekankan perlunya seorang guru memiliki kepribadian efektif. Kepribadian efektif seorang guru adalah kepribadian berkualitas yang mampu berinteraksi dengan lingkungan pendidikan yang baik agar kebutuhan dan tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif.
Kepribadian efektif memiliki kompetensi yang bersumber pada komponen penguasaan materi pelajaran, kualitas profesional, penguasaan proses, kemampuan penyesuaian diri, serta kualitas kepribadiannya. Menurut William D. Hitt (1993) potensi manusiawi itu antara lain daya nalar yang bertumpu pada empat jenjang yaitu: (1) Coping, kemampuan melakukan tindakan dalam menghadapi dunia sehari – hari dengan baik; (2) Knowing, kemampuan memahami kenyataan dan kebenaran dari kehidupan sehari – hari; (3) Believing, keyakinan yang melandasi berbagai tindakan; (4) Being, perwujudan diri yang otensik dan bermakna.
Jika kita cermati Nampak bahwa unsur – unsurnya berkaitan erat dengan faktor – faktor kompetensi dan potensi psikologis seseorang. Salah satu potensi psikologis manusia yang saat ini mendapat kajian intensif karena diyakini sebagai salah satu penentu efektif tidaknya kepribadian seseorang dalam berinteraksi dan mengatasi persoalan hidup adalah kecerdasan emosi (EQ, Emotional Quotient).


a.     Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional pertama kali dicetuskan pada pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Havard University dan Jon Mayer dari University of New Hampshire. Kecerdasan ini berhubungan dengan kualitas psikologi tertentu oleh Salovey yang dikelompokkan ke dalam lima krakter kemampuan:
1.     Mengenali emosi diri
2.     Mengelola emosi
3.     Memotivasi diri sendiri
4.     Mengenali emosi orang lain
5.     Membina hubungan

b.     Kecerdasan Emosi Eksekutif
Kecerdasan Emosional Eksekutif (EQ-Executive) secara singkat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengelola emosi dalam menghadapi dan memberikan tindakan antisipasi maupun solusi terhadap problematika yang dihadapi dalam menjalankan profesi di sebuah intuisi. Berdasarkan gagasan Robert K Cooper & Ayman Sawaf (2001), EQ-Executive yang akan didasarkan kepada empat dalam penelitian ini didasarkan kepada empat pilar utama:
1.     Kesadaran emosional literasi
2.     Kebugaran emosi
3.     Kedalaman emosi
4.     Al-kimia emosi
Indikator yang menunjukkan seberapa jauh karakter dari masing – masing pilar di atas terdapat pada diri seseorang dapat dengan instrument EQ MAP. Instrument ini merupakan hasil yang secara statisktik dan teruji secara statistik dan teruji secara baku. Instrument ini mengungkap 21 skala profil kecerdasan eksekutif:
1.     Peristiwa dalam hidup
2.     Tekanan pekerjaan
3.     Tekana masalh pribadi
4.     Kesadaran diri sendiri
5.     Ekspresi emosi
6.     Kesadaran emosi terhadap orang lain
7.     Intensionalitas
8.     Kreativitas
9.     Ketangguhan
10. Hubungan interpersonal
11. Ketidakpuasan konstruktif
12. Belas kasihan
13. Cara pandang
14. Intuisi
15. Radius kepercayaan
16. Daya pribadi
17. Integritas
18. Kesehatan umum
19. Kualitas hidup
20. Relation quotient
21. Kinerja optimal
Dalam EQ-Map, 21 skala profil EQ-Eksekutif di atas selanjutnya dibagi ke dalam lima kategori yaitu: Situasi saat ini, Keterampilan emosi, Kecakapan Emosi, Nilai – nilai EQ dan Keyakinan, dan Hasil – hasil EQ.
Istilah profesional pada guru profesional tidak merujuk pada Undang – undang Sistem Pendidikan Nasional yang seringklai menimbulkan kerancuan dalam pembahasan di lapangan yang menyatakan “pendidikan tinggi terdiri dari pendidikan akademik dan pendidikan profesional”. Yang dimaksud dengan pendidikan akademik  merupakan pendidikan yang sebagian porsinya ditujukan untuk penguasaan dan pengembangan ilmu dengan bobot keterampilan yang lebih sedikit. Di lain ihak, pendidikan profesional merupakan pendidikan yang bobot pembekalan keterampilan lebih banyak dari penguasaan teori atau konsep karena peserta didik disiapkan untuk mengisi pekerjaan yagn ada dalam masyarakat. Dalam istilah lain disebut juga pendidikan dengan non – gelar. Pendidikan profesional diselenggarakan oleh akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Oleh karenanya, guru profesional atau pendidik profesional dimaksudkan sebagai lulusan pendidikan yang memiliki keterampilan khusus meliputi penguasaan keilmuan, sosial, etik/moral, serta nilai kemanusiaan jika karakteristik guru profesional sebagaimana pada halaman terdahulu, disamping berkaitan dengan hal yang berisfat akademis dan keterampilan akan ditemukan beberapa pernyataan yang lebih dalam seperti tanggung jawab, memiliki kepribadian yang matang dan berkembang, bermoral, spiritual, komitmen terhadap siswa, berfikir reflektif dan kolektif, serta memiliki kepribadian yang efektif. Kepribadian guru profesional yagn demikian jelas sangat diperlukan oleh guru sebagai modal utama dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Oleh karenanya program pendidikan calon guru harus diarahkan pada upaya mempersiapkan guru yang baik secara profesional serta memiliki kematangan pribadi dengan kecerdasan emosi yang mencukupi dan kuat. Berdasarkan hal itu, untuk menghasilkan pencapaian calon guru profesional yang mampu mengantisipasi masalah yang kompleks, maka harus dirancang sedemikian rupa suatu layanan yang dapat berfungsi sebgagai pengembangan kecerdasan emosional para mahasiswa calon guru untuk mengatasi berbagai problem untuk pencapaian kesuksesan karir atau prestasi belajar yang dikenal EQ-Executive.
Gagasan program pematangan kepribadian dan kecerdasan emosi para mahasiswa calon guru bukanlah suatu yang mengada – ada melainkan juga berdasarkan pada hasil analisis berbagai literatur. Berbgai informasi menunjukkan bahwa salah satu alasan umum pemicu perilaku menyimpang dari seorang guru dalam memberikan reaksi terhadap lingkungan, misalkan pesimis dan berfikiran negative yang pada umumnya bukan karena rendahnya kualitas skill dan kemampuan akademis, melainkan karena mereka tidak mempunyai pribadi yang matang serta kecerdasan emosi yang kurang.
Goleman (1998) memperkuat bahwa perilaku menyimpang yang disebabkan ole rendahnya kecerdasan emosional mereka berkaitan dengan ketidakmatangan kondisi psikologis yang bersangkutan dalam hal memotivasi diri dan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, empati dan berdoa. Dengan kata lain, perilaku menyimpang baik dari kaum remaja ataupun profesional diakrenakan rendahnya kecerdasan emosional mereka.
Robert K Cooper & Ayman Sawaf (2001) pada bagian bukunya (Executive EQ) menegaskan bahwa jika pada abad 20 kesuksesan seseorang diasumsikan bergantung pada IQ, maka dari bukti yang banyak di abad 21, dapat ditegaskan kesuksesan seseorang dalam menghadapi tugas kehidupan ditentukan oleh kecerdasan emosional (EQ), maka pkiran dari Robert K Cooper & Ayman Sawaf sangat layak untuk dipertimbangkan oleh para pengelola calon guru untuk menuntut kompetensi dan kredibilitas dari seorang guru.
Landasan empirik lainnya bagi hal ini adalah hasil penelitian serial yang tidak kurang dari dua puluh tahun oleh John Gottman (1998), yang dilakukannnya pada 119 keluarga, dan menemukan bukti kuat bahwa mereka mampu memiliki EQ yang relatif baik.
Persoalan selanjutnya adalah bagaimana cara pembinaan calon guru yang profesional dan memiliki kecerdasan emosi. Dengan mengadaptasi gagasan dari H.A.R Tilaar (1993:368-378), Dedi Supriadi (1999) berikut adalah hal yang perlu dipertimbangkan untuk menjawab persoalan tersebut.
Pertama, perlu dipelihara dan ditingkatkan ekologi kampus yang kondusif bagi penyelenggara perkuliahan yang demokratis, menjunjunh tinggi hak asasi manusia, kemudahan akses informasi, mendorong perkembangan ilmu dan teknologi, serta menanamkan kegandrungan terhadap orientasi kualitas kehidupan kampus.
Kedua, memelihara dan meningkatkan kondisi kampus yang memberdayakan mahasiswa. Ada empat modal dasar yang berperan dalam proses pemberdayaan mahasiswa di dalam kampus yaitu dosen, mahasiswa, tenaga administratif, dan sarana pendukung.
Ketiga, adanya usaha intensif terorganisir dan terus menerus untnuk terjadinya kolaborasi antar para calon guru sehingga terjadi berbagi pengalaman dalam hal cara menguasai dan implementasi prinsip pedagogi secara umum maupun secara khusus.
Keempat, unsur paling asasi dalam mendidik adalah kasih sayang, maka sejak mereka memasuki perkuliahan, biasakan memasuki pembelajaran dengan pedagogi kasih sayang.
Kelima, kehidupan kampus dan interaksi mahasiswa didalamnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi miniature kehidupan realistik tempat mereka mengelola, mengktualisasi dan mematangkan perkembangan emosinya secara terencana dan periodik melakukannya studi serta memantau profil pengembangan emosi mahasiswa calon guru.


Bab 3. Kesimpulan
Guru dimasa sekarang hingga kedepannya akan selalu berhadapan dengan tantangan perkembangan zaman yang kian berat dan semakin kompleks. Untuk itu para guru harus memiliki dua kompetensi yaitu karakter guru profesional dan modal kecerdasan emosi yang memadai serta tangguh. Kedua kompetensi tersebut haris dibekali sejak awal oleh intuisi penghasil calon guru melalui: (1) penciptaan ekologi kamapus yang beba, religious, ilmiah, dan orientasi pada kualitas; (2) penciptaan kampus yang meberdayakan mahasiswa; (3) memfasilitasi terjadinya kolaborasi antar para calon guru sehingga terjadi baerbagai pengalaman diantara mereka; (4) melibatkan mahasiswa sejak awal dan secara intens ke dalam pedagogi kasih sayang dalam pembelajajan; (5) menciptakan lingkungan kampus setra melakukan studi dan layanan bagi upaya pengenalan dan pengembangan profil kecerdasan emosi mahasiswa calon guru.
                                     


Daftar Pustaka

Dedi Supriadi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicitra Karya nusa
Robert K Cooper& Ayman Sawaf. 2001. Executive EQ: kecerdasan emosional dalam kepemimpinan dan organisasi.
Goleman, D. 1998. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emotional, Mengapa EI lebih penting dari IQ.
H.A.R Tilaar. 1999. Bebearpa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional: Dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Penerbit Tera Indonesia
Mohammad Surya. 2003. Percikap Perjuangan Guru. Semarang: CV Aneka
Moh.Zen. 1999. Faktor – faktor Determinatif Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja. Jurnal Pendidikan: Mimbar Pendidikan. No. 2.Tahun XVIII. 1999. Halaman 52-60. Bandung: University Press IKIP Bandung

Jumat, 30 Januari 2015

Ini Dampak Penggunaan Air yang Terpapar Limbah




SAMARINDA - Melubernya limbah tambang milik perusahaan Bakrie Group, PT Kaltim Prima Coal (KPC) ke Sungai Sangatta membuat sejumlah warga Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim) resah. Pasalnya, limbah yang hanyut mengandung bahan yang tak bersahabat dengan tubuh.

Pembantu Dekan I, Fakultas Kesehatan Masyarakat (Kesmas), Universitas Mulawarman, Blego Sedionoto menuturkan, kandungan logam berat yang dibawa limbah tambang berdampak menurunkan tingkat kecerdasan pada anak. 

Tidak hanya itu, limbah tambang yang larut di sungai berakibat iritasi kulit jika digunakan langsung oleh masyarakat.

“Dampak langsungnya yakni penyakit jenis dermatitis non infeksionis atau iritasi kulit. Tapi logam berat misalnya Pb (timbal) bisa menurunkan intelegensia. Misalnya, anak yang tadinya pintar di kelas 4 SD, tapi kemampuan akademiknya menurun pas SMP. Dampaknya degradasi memori,” kata Blego, Sabtu (17/1/2015).

Blego menjelaskan, data mengenai penderita dermatitis non infeksionis bisa dilihat di Puskemas di sekitar daerah yang tercemar limbah tambang. 

“Kalau sampai air yang tercemar ini digunakan untuk mengolah minuman dan makanan, ini yang harus dikhawatirkan,” timpal Blego.

Sungai yang tercemar limbah tambang, kata Blego, memiliki Ph (keasaman) yang rendah. Aneka logam berat yang berbahaya bagi kesehatan misalnya Besi (Fe), Mangan (Mn), (timbal) Pb, juga terlarut dalam limbah tambang.

“Jika kandungan logam beratnya sangat tinggi, dampaknya bisa langsung yakni keracunan,” sebutnya.

Masyarakat, kata Blego, terkadang tidak menyadari dampak logam berat dalam tubuh. Bagi yang memiliki daya tahan tubuh baik, lanjut Blego, logam berat akan terakumulasi menjadi penyakit karsinogenik, misalnya kanker.

“Kadang kita sering pusing atau sakit kepala. Tapi tidak tahu penyebabnya apa. Bisa jadi itu paparan logam berat,” ujar Blego.

Yang berbahaya, sebut Blego, logam berat tidak memengaruhi kejernihan air. “Masyarakat kita kulturnya masih banyak yang menggunakan air sungai. Saat air keruh, mereka tidak menggunakan. Tapi saat air jernih mereka akan gunakan kembali. Padahal, air jernih tidak jaminan,” ungkapnya.

Tingkat tercemarnya sungai, menurut Blego harus diukur secara pasti di laboratorium. 

“Universitas Mulawarman punya sumber daya alat dan manusia yang bisa mengukur tingkat pencemaran air. Kalau untuk limbah tambang, munkin kita perlu waktu tiga hari untuk mengetahuinya. Paling lama sepekan,” jelasnya.

Blego juga menjelaskan cara menangani air sungai yang terpapar limbah tambang. 

Bahan Sederhana Bisa Turunkan Kandungan Logam Berat di Air.

Dia menyebutkan, mengurangi kandungan logam berat dalam air bisa dilakukan bahan-bahan sederhana seperti penggunaan arang dari tempurung kelapa, tanah liat yang dipanaskan sampai 105 derajat, ijuk, sisa genteng dan batubata, batu kerikil sungai, pasir, dan batu zeolite.

“Bahan-bahan ini bisa digunakan sebagai filter air secara berlapis. Misal, pasir, ijuk, dan batu kerikil pada lapisan atas. Kemudian arang dari tempurung, genteng, batu bata di lapisan bawah. Batu Zeolite bisa digunakan di lapisan berikutnya,” katanya.

Namun dia mengingatkan, perlakuan terhadap air seperti ini harus dilakukan berulang baru air bisa digunakan. 

Tapi untuk memastikan air bebas kandungan logam berat, harus tetap diteliti di laboratorium.

Sebelumnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur menemukan tingkat kekeruhan Sungai Sangatta yang sangat tinggi pada akhir November 2014 lalu. Mereka lalu melakukan penelusuran dan uji laboratorium kadar air sungai.

Hasilnya, tim penelusuran menemukan penyebab pencemaran setelah menelusuri Sungai Bendili, anak Sungai Sangatta.

Sungai Bendili berhulu di aktivitas pertambangan batu bara milik KPC. Di sini merupakan kawasan Pit Pelikan SP, dan menjadi pintu air terakhir sebelum dilepas ke Sungai.

Source: 
Awaluddin Jalil, http://daerah.sindonews.com/read/951917/25/ini-dampak-penggunaan-air-yang-terpapar-limbah-1421472828/2

Pengaruh Industri terhadap Lingkungan Sekitar

Gambaran Kehidupan Perkotaan Saat Ini

Masalah perkotaan pada saat ini telah menjadi masalah yang cukup pelik untuk diatasi. Perkembangan perkotaan membawa pada konsekuensi negatif pada beberapa aspek, termasuk aspek lingkungan. Perkembangan kota membutuhkan ruang sebagai tempat hidup penduduk dengan aktivitasnya. Pertambahan jumlah penduduk kota berarti juga peningkatan kebutuhan ruang. Karena ruang tidak dapat bertambah, maka yang terjadi adalah perubahan penggunaan lahan, yang cenderung menurunkan proporsi lahan-lahan yang sebelumnya merupakan ruang terbuka hijau. Pada saat ini hanya 1,2% lahan di dunia merupakan kawasan perkotaan, namun coverage spasial dan densitas kota-kota diperkirakan akan terus meningkat di masa yang akan datang. PBB telah melakukan estimasi dan menyatakan bahwa pada tahun 2025, sekitar 60% populasi dunia akan tinggal di kota-kota. 

Pada saat ini telah diakui bahwa iklim perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan iklim kawasan di sekitarnya yang masih memiliki unsur-unsur alami cukup banyak. Perubahan unsur-unsur lingkungan dari yang alami menjadi unsur buatan menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik iklim mikro. Berbagai aktivitas manusia di perkotaan, seperti kegiatan industri dan transportasi, mengubah komposisi atmosfer yang berdampak pada perubahan komponen siklus air, siklus karbon dan perubahan ekosistem. 

Selain itu, polusi udara di perkotaan menyebabkan perubahan visibilitas dan daya serap atmosfer terhadap radiasi matahari. Radiasi matahari itu sendiri merupakan salah satu faktor utama yang menentukan karakteristik iklim di suatu daerah. Perubahan-perubahan tersebut sangat penting untuk menjadi bahan pertimbangan dalam perancangan dan perencanaan kota. Namun di sisi lain, pemahaman mengenai urbanisasi dan dampaknya pada sistem iklim-bumi belum lengkap. Dan dalam sistem perencanaan pembangunan perkotaan di Indonesia, unsur iklim masih dianggap sebagai elemen statis, dimana diasumsikan tidak ada interaksi timbal balik antara iklim dengan perubahan guna lahan. Data-data iklim lebih sering dipergunakan sebagai data yang mendukung pernyataan kesesuian lahan dan lokasi bagi pengembangan fungsi sebuah kawasan, terutama untuk pengembangan kawasan pertanian. Namun dalam perancangan dan perencanaan kawasan perkotaan di Indonesia, hampir tidak pernah dipertimbangkan bahwa perubahan guna lahan yang direncanakan akan memberikan implikasi yang sangat besar terhadap sistem iklim. 

Industri adalah membuka lapangan pekerjaan baru. Dengan bertumbuhnya Kawasan Perindustrian, maka akan membuka lapangan pekerjaan baru di pabrik yang dapat menyerap ribuan buruh / tenaga kerja. Dengan tambahnya lapangan kerja tersebut, maka pendapatan masyarakat dapat menjadi meningkat yang disertai juga dengan peningkatan SDM-nya. Masyarakat akan memperoleh pekerjaan dan memperoleh pelatihan dan peningkatan pengetahuan dengan bekerja di pabrik – pabrik perindustrian. Untuk bekerja di suatu Pabrik, pekerja tentu saja harus memiliki keahlian dan keterampilan. Untuk memenuhi hal ini, maka salah satu usaha yang dilakukan pemerintah berupa Program Magang di Kawasan Industri yang dikhususkan kepada para masyarakat di sekitar lingkungan Kawasan Industri. Dengan program tersebut, SDM dan ketrampilan masyarakat diharapkan dapat meningkat yang nantinya dapat menghasilkan tenaga – tenaga kerja yang terampil dan siap bekerja. Sebagai contoh program pemagangan itu adalah di Kawasan Industri MM2100 (PT Megapolis Manunggal Industrial Development MM 2100) dengan lokasi di pabrik PT Astra Honda Motor dan PT Argo Pantes. Penambahan lapangan pekerjaan, tidak saja hanya berasal dari kebutuhan pabrik – pabrik akan tenaga keja, tetapi juga berasal dari pembukaan lapangan kerja baru dari sektor – sektor ekonomi informal. Misalnya semakin bertumbuhnya warung – warung makan untuk tempat makan buruh – buruh, munculnya kebutuhan akan transportasi yang menghidupkan usaha ojek, rumah kontrakan, kost – kostan, toko - toko kelontong, bengkel, jasa transportasi dan lain sebagainya.6 Yang merupakan sektor – sektor ekonomi informal yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan para buruh – buruh yang bekerja di Kawasan Industri tersebut. Peningkatan sektor – sektor ekonomi informal ini tentu saja akan meningkatkan penghasilan masyarakat yang tinggal di kawasan Industri tersebut. Keuntungan keempat yang dapat diperoleh dari pengembangan Kawasan Industri adalah peningkatan pendapatan daerah melalui pajak daerah. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah maka juga akan meningkatkan pendapatan pajak daerahnya. Dengan bertambahnya pajakdaerah, maka pemerintah dapat lebih mengembangkan pembangunan di sekitar kawasan. Selain hal – hal diatas yang berkaitan dengan ekonomi, keuntungan pengembangan Kawasan Industri juga dapat diperoleh dari aspek lingkungan. Keuntungan pengembangan Kawasan Industri adalah pemudahan pengelolaan lingkungannya. Pengelolaan limbah secara terintegrasi dengan mudah bisa dilakukan. Dengan dikelompokkannya industri dalam satu kawasan, maka AMDAL-nya berupa AMDAL kawasan, sehingga lebih mempermudah dalam pengecekan dan pengontrolan lingkungannya. Pengeloaan limbah secara terintegrasi (integrated waste management) dapat dengan mudah dilakukan sehingga pengontrolannya juga dapat lebih mudah dilakukan. Dari aspek kependudukan, pengembangan Kawasan Industri juga memiliki nilai penting.

Letak Kawasan Industri yang biasanya berada di pinggiran kota atau terletak di luar kota dapat mengurangi arus urbanisasi. Masyarakat dari desa tidak lagi hanya menargetkan kota sebagai tempat mencari pekerjaan, tetapi cukup ke Kawasan Industri yang menyediakan lapangan kerja cukup banyak. Para warga kota yang bekerja di Kawasan Industri juga cenderung akan memilih tinggal di daerah Kawasan Industri apabila Kawasan Industri telah menyediakan fasilitas hunian yang memadai. Sehingga peluang arus transmigrasi dari Kota ke daerah pinggiran kota menjadi semakin besar yang tentu saja dapat mengurangi kepadatan penduduk kota sebagai nilai positifnya.



Dampak Negatif Kawasan Industri   

Selain memberikan dampak – dampak positif, pengembangan Kawasan Industri juga memiliki dampak – dampak yang negatif. Dampak yang negatif / kerugian ini kebanyakan berkaitan dengan aspek lingkungan. Misalnya saja terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat polusi dan limbah yang dihasilkan dari pabrik – pabrik di Kawasan Industri. Polusi dari pabrik – pabrik di Kawasan Industri ini biasanya berupa polusi udara, air, kebisingan, ataupun tanah; yang umumnya yang menerima dampak negative dari polusi ini adalah warga yang tinggal di Kawasan Industri dan di Sekitar Kawasan Industri. Contohnya adalah yang terjadi di Semarang pada tahun 1992. Dimana salah satu Pabrik yang bernama Semarang Diamond Chemical (SDC) yang terletak di Kawasan Industri Semarang mengeluarkan limbah yang merusak Tambak penduduk di Desa Tapak.8 Contoh lainnya adalah yang terjadi di daerah Demak. Dimana enam industri yang berlokasi di Kawasan Industri Genuk membuang limbahnya ke Kali Babon sehingga menimbulkan pencemaran tambak sampai ke Desa Sriwulan dan Bedono. Kemudian kasus pencemaran udara yang disebabkan pabrik baja di sekitar Jrakah yang telah banyak dikeluhkan penduduk. Penduduk Tambakaji juga mengeluhkan keringnya sendang Abu Bakar yang diduga karena banyaknya pengambilan air tanah oleh industri-industri yang berada di atasnya.

Penulis juga memperhatikan kawasan industri yang ada di Desa Peusar Kecamatan Panongan – Tangerang, yaitu Kawasan Industri yang baru beberapa tahun berdiri. Setiap hari kawasan tersebut tidak henti-hentinya menjalankan aktifitas industrinya. Setiap hari juga asap tebal dari kegiatan industri di kawasan tersebut mengotori udara di sekitar kawasan tersebut.

Memang perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam dari dampak kawasan industry tersebut, namun melihat aktivitas yang dilakukan dan banyaknya limbah yang dihasilkan baik itu limbah cair maupun limbah padat tentu sedikit banyaknya ada pengaruh bagi lingkungan di sekitar kawasan tersebut.

Source: http://augiecool16.blogspot.com/2013/01/pengaruh-industri-terhadap-lingkungan.html