YOGYAKARTA — Meningkatnya
penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada berbagai sektor industri sudah sangat memprihatinkan. Padahal
pengelolaan B3 yang salah dapat berdampak buruk, yaitu menimbulkan kecelakaan
dan penyakit yang mengganggu lingkungan dan manusia.
Mengingat
pentingnya pengelolaan B3 secara benar, maka 6 Eco-region Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) yang ada di Indonesia mengadakan acara Bimbingan Teknis
Pengelolaan B3. Acara yang diselenggarakan di Yogyakarta ini dibuka oleh Kepala
Pusat Pengelolaan Eco-region Yogyakarta pada 19 Agustus 2014. Dalam pembukaan
itu Kepala Pusat Pengelolaan Ecoregion Yogyakarta didampingi Dra. Halimah
S.,M.Si yang merupakan Staf Ahli Bidang Lingkungan Global KLH.
Bimbingan
Teknis Pengelolaan B3 ini diadakan oleh Asisten Deputi Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun Deputi IV, KLH. Peserta kegiatan ini terdiri dari
perwakilan staf KLH, pemerintah daerah (kota/provinsi), swasta, LSM dan perwakilan
perguruan tinggi.
Acara
Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 pada sesi pertama di hari pertama (19/8)
menampilkan tiga pembicara. Mereka adalah Dra. Halimah S., M.Si dengan materi
Kebijakan Pengelolaan B3 dan Kerja Sama Internasional, Nixon dengan materi Draf
PP Pengelolaan B3, dan Fery Huston dengan materi Konsekuensi Ratifikasi
Implementasi Konvensi Minamata bagi Indonesia. Ketiga pembicara ini berasal
dari KLH.
Dalam
pemaparannya, Halimah menyatakan bahwa kebijakan pengelolaan B3 dan kerja sama
internasional dilatarbelakangi empat hal. Pertama, mulai meningkatnya jenis dan
jumlah impor B3, serta mulai
meningkatnya penggunaan B3 pada berbagai sektor Industri. Kedua, bertambahnya
daftar bahan kimia yang diatur dalam Konvensi Stockholm dan Konvensi Rotterdam.
Ketiga, ternyata sebagian besar barang
konsumtif yang digunakan dalam rumah tangga berpotensi mengandung B3.
Keempat, dampak negatif pengelolaan B3 yang tidak sesuai peraturan adalah berupa
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.
Pembicara
selanjutnya, Nixon, memaparkan materi tentang
Draf PP Pengelolaan B3. Menurutnya, salah satu tujuan diadakannya
Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 adalah untuk mendiskusikan segala permasalahan
yang berhubungan dengan pengelolaan B3. Kemudian ia mengatakan bahwa masukan
dari para pemangku kepentingan yang terlibat dalam acara Bimbingan Teknis
Pengelolaan B3 ini diperlukan pemerintah untuk merevisi PP 74/ 2001 tentang
pengelolaan B3.
Sementara
itu, Fery Huston yang bertindak sebagai pembicara ketiga menyatakan bahwa
konvensi Minamata menetapkan pengurangan penggunaan merkuri dalam lingkungan
dan masyarakat internasional, termasuk Indonesia. Sebagai konsekuensinya, kita
harus segera mencari bahan pengganti merkuri yang lebih ramah lingkungan.
Pasalnya, merkuri selama ini digunakan dalam bidang kosmetik, lampu pijar. dan
industri pertambangan.
Pada
sesi berikutnya ada tiga pembicara juga, yaitu Direktur Informasi Kepabean dan
Cukai Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, dengan materi Kebijakan
Kepabean Nasional Terkait Pengelolaan B3; Unit Pelayanan Terpadu KLH dengan
materi Mekanisme Pelayanan Terpadu Proses Registrasi B3 dan Rekomendasi
Pengangkutan B3; dan Asdep Pengelolaan B3 dengan materi Registrasi dan
Notifikasi Negara Pengimpor atau Swasta yang Memasukkan B3.
Direktur
Informasi Kepabean dan Cukai Dirjen Bea dan Cukai menyatakan bahwa hampir 100
persen bahan kimia diimpor dari luar negeri. Sebaliknya, belum ada satu pun
laporan ekspor bahan kimia berkategori B3 yang didata dan dilaporkan KLH.
Sementara
itu, pembicara selanjutnya dari Unit Pelayanan Terpadu KLH memaparkan bagaimana
mekanisme pelayanan terpadu dalam proses registrasi B3 dan rekomendasi
pengangkutan B3. Kemudian Asdep Pengelolaan B3 memaparkan perihal registrasi
dan notifikasi negara pengimpor atau swasta yang memasukkan B3.
Pada
hari kedua (20/8) acara Bimbingan Teknis Pengelolaan B3 menampilkan dua
pembicara dari swasta dan dua pembicara dari KLH. Salah satu pembicara dari
Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kemenhub, mengangkat materi
Kebijakan Transportasi Nasional Terkait Pengangkutan B3. Dalam pemaparannya, pihak Kemenhub memaparkan
tentang pemberian izin layak jalan jika instansi terkait telah memberikan surat
rekomendasi dari KLH. Surat rekomendasi KLH ini diberikan kepada Dirjen Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan Kemenhub. Selanjutnya mereka hanya menilai proses
kelayakan kendaraan saja. Izin kelayakan jalan ini dapat diperpanjang tanpa
melarang usia kendaraan.
Akan
tetapi, dalam diskusi yang terjadi akhirnya berkembang harapan agar usia
kendaraan juga masuk dalam rancangan peraturan pemerintah tentang B3 yang baru.
Pasalnya, jika batas usia kendaraan angkutan orang saja sudah dibatasi, apalagi
angkutan B3. Sudah seharusnya angkutan B3 dibatasi karena sangat berbahaya jika
usia kendaraannya tidak diatur.
Oleh
sebab itu, KLH tetap melakukan metode pemantauan sendiri selama proses 6 bulan
sekali sampai 1 tahun sekali. Pemantauan dimulai dari proses datangnya B3,
proses dibawanya B3, dan proses sampainya B3 kepada penerima. Selain itu,
penerima juga wajib memberikan laporan. Bukan hanya proses penyimpanannya saja,
melainkan juga proses pengolahannya.
(Ry/D/F/editor: Asdep Komunikasi)
Source :
http://www.menlh.go.id/bimbingan-teknis-pengelolaan-b3/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar